Minggu, 30 Juni 2019

Critical Book Report



CRITIKAL BOOK REPORT

DI SUSUN OLEH:

NAMA: JUMITA BR SINAMBELA
NPM: 17030250
RUANG: III B
PRODI: MANAJEMEN
NAMA DOSEN: HILMIATUS SAHLA, SE.I,ME.I
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ASAHAN


COMENTAR COVER BUKU
Menurut saya sampul buku sudah benar.
Karena isi dari buku membahas tentang bisnis dan bisnis juga berhubungan dengan uang. Seperti yang ada disampul menggambarkan mata uang.



KATA PENGANTAR
Syalom……
Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa, atas kebaikan dan berkat yang diberikan sehingga tugas Critical Book Report tentang Etika Bisnis ini dapat terselesaikan.
Tugas ini telah saya susun dengan semaksimal mungkin. Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat atau tata bahasa. Maka dari itu dengan ringan hati saya menerima  segala saran dan kritik yangmembangun untuk memperbaiki makalah ini.
Ahkir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Terimakasih.




  

Identitas buku
·         Judul buku      : Pengantar Etika Bisnis
·         Penulis             : K.Bertens, Seri Filsafat Atmajaya:21
·         Penerbit           : Kanisius (Anggota IKAPI)
·         Website           : www.kanisiusmedia.come
·         E-mail              : office@kanisiusmedia.com
·         Cetekan ke      : 10      9          8          7
·         Tahun              : 09      08        07        06
·         ISBN               : 979-672-700-5



Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun, temasuk fotocopy, tanpa izin tertulis penerbit







RINGKASAN ISI BUKU
BAB 1 PENDAHULUAN
BISNIS DAN ETIKA DALAM DUNIA MODERN
1.      TIGA ASPEK POKOK DARI BISNIS
Bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks. Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis. Antara lain ada faktor organisatoris-manaerial, ilmiah-teknologis, dan politik-sosial-kultural. Kompleksitas bisnis berkaitan langsung dengan kompleksitas masyarakat modern sekarang. Sebagai kegiatan social, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat modern itu.
Buku ini ingin menyoroti suatu aspek bisnis yang sampai sekarang arang disinggung dalam uraian-uraian lain, tetapi semakin banyak diakui pentingnya, yaitu aspek etis atau moralnya. Guna menjelaskan kekhususan aspek etis ini, dalam suatu pendekatan pertama kita membandingkannya dulu dengan aspek-aspek lain,terutama aspek ekonomi dalam hukum. Sebab, bisnis sebagai kegiatan social bisa disoroti sekurang-kurangnya dari tiga sudut pandang yang berbeda tetapi tidak selalu mungkin dipisahkan ini: sudut pandang ekonomi,hukum,dan etika. Ada baiknya memulai mempelajari beberapa kasus atau situasi bisnis konkret, supaya disitu bisa tampak tiga sudut pandang berbeda yang ingin kita fokuskan.

1: Kasus Pemasok Komputer
PT W.V.K. merupakan perusahaan besar yang ingin menganti system komputernya, karena membutuhkan computer yang tipe canggih. Untuk itu mereka mengubungi PT C.T.A yang dapat memasok computer yang dicari. Seluruh proses pengantian computer direncanakan akan selesai dalam satu tahun. Faktor waktu itu bagi mereka penting. Kalau proses penggantian lebi lama PT W.V.K akan mengalami kerugian yang cukup besar. Kepala bagian penjualan dari PT C.T.A meragukan entah perusahaannya mampu memenuhi permohonan ini tepat waktu, karena computer baru yang dicari itu tergolong populer, sehingga produsen belum tentu dapat memenuhi permintaan pada waktunya. Tahap pertama sesudah pemesanan(suda 3 bulan) pasti dapat.

Kasus 2: Perusahaan asbes
            Perusahaan Amerika “Kansas Asbestos Company” bergerak dibidak produk asbes. Ketika pada tahun 1970-an semakin banyak peraturan mempersulit produksi dan mengakibatkan biaya produksi naik, direksi perusahaan memutuskanuntuk memindahkan semua pabriknya kesuatu Negara Afrika Barat. Jika dihirup dalam kuantitas cukup besar, serta asbes diketahui mengakibatkan penyakit asbestosis (dalam jangka pendek) dan juga kanker paru (dalam jangka panjang). DiAfrika tidak ada peaturan yang melindungi pekerja terhadap occupational diseases ini. Tambah pula, disbanding dengan Amerika Serikat, tenaga kerja di Afrika auh lebih murah.

Kasus 3: Mengincar pesangon
Ir.Abraham Maruli Situmorang,39 tahun usiannya, sudah 12 tahun lamanya bekera sebagai kepala bagian teknis disebuah pabrik sepatu Jawa Barat. Saudaranya merencanakan membuka pabrik sejenis di Medan dan mengajak pak Abrham pindah kerja. Ia ditawari menjadi derektur bagian teknis dipabrik baru itu. Pabrik akan beroperasi sesudah satu setengah tahun lagi. Kalau sempat ia bisa ikut juga dalam persiapan pabrik baru. Sesudah menerima tawaran ini, pak Abraham akan sengaja mengurangi disiplin kerja sampai suatu tingkatan yang cukup mengkhwatirkan pimpinannya. Ia sering datang terlambat dan pulang sebelum waktunya. Kadang-kadang ia sama sekali tidak masuk kerja tanpa memritahu lebih dahulu. Ia juga tidak menyelesaikan tugas-tugasnya pada saat yang diharapkan. Dengan kelakuan indisipliner ini Ir.Abraham berharap akan dipecat, supaya ia mendapat pesangon cukup besar. Kecuali keluarganya, tidak ada yang tahu tentang rencananya untuk pindah kerja.

a)      Sudut pandang ekonomis
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi dalam kegiatan tukar-menukar,jual-beli,memproduksi-memasarkan,bekerja-memperkerjakan, dan interaksi manusiawi lainnya, dengan maksud memperoleh untung. Dalam bisnis modern untung itu diekspresikan dalam bentuk uang,tetapi hal itu tidak hakiki untuk bisnis. Yang penting itu adalah kegiatan antar-manusia ini bertujuan mencari untung dan karena itu menjadi kegiatan konomis.
b)     Sudut pandang moral
Dengan tetap mengakui peranan sentral dari sudut pandang konomis dalam bisnis, perlu segera ditambahkan adanya sudut pandang lain lagi yang tidak boleh diabaikan, yaitu sudut pandang moral.
Dalam kasus 1 (pemasok computer) kepala bagian penjualan tentu tergiur dengan orderan yang sangat menguntungkan. Sampai ia membuat janji yang barangkali tidak dapat dipenuhinya. Disini langsung muncul aspek etisnya:janji harus ditepati. Kalau demi keuntungan yang besar kepala bagia penjual membuat janji yang mungkin tidak bisa ditepati, ia menipu mitra bisnisnya. Lebih baik ia berterus terang dalam menjelaskan kesulitan yang dihadapinya dalam memenuhi orderan besar itu. Jika nanti ia tidak bisa memenuhi janjinya, ia merugikan sipemesan, karena PT W.V.K akan mengalami kesulitan besar, bila pengantian computer tidak bisa diselesaikan menurut jadwal waktu yang direncanakan. Membaca data-data kasus, kita mendapat kesan bahwa tentang masalah ini tidak dibuat perjanjian resmi. Ternyata janji kepala bagian penjualan hanya secara lisan. Dalam dunia bisnis hal ini sering terjadi. Karena itu kepercayaan suatu nilai sangat hakiki dalam kalangan bisnis. Kita bisa mengatur suatu transaksi dalam kontrak resmi sampai dengan detail-detail terkecil sekalipun, namun yang terpenting ialah kita selalu bersedia memenuhi keinginan dan maksud mitra yang sudah kita ketahui.
c)      Sudut pandang hukum
Bisnis juga terkait dengan hukum. “hukum dagang” atau “hukum bisnis” merupakan cabang penting dari hukum modern. Dala praktek hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis pada taraf nasional maupun internasional. Hukum merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum bahkan lebih jelas dan pasti dari pada etika, karena peraturan hukum di tuliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu, bila terjadi pelanggaran. Terdapat kaitan erat hukum dan etika.
d)     Tolak ukur untuk 3 sudut pandang ini
Bagaimana kita tahu bahwa bisnis itu baik menurut tiga sudut pandang tersebut? Apa yang menjadi tolak ukurnya?.
Secara ekonomis, bisnis adalah baik, jika menghasilkan laba. Hal itu akan tampak dlam laporan ahir tahun, yang harus disusun dalam metode control finansial dan akuntansi yang sudah baku.
Secara sudut pandang hukum tolak ukurnya cukup jelas. Bisnis adalah baik, jika diperolehkan oleh sisitem hukum. penyelundupan Misalnya: cara berdagang yang tidak baik, karena dilarang oleh hukum.
Lebih suli menentukan baik atau tidak baiknya bisnis dari sudut pandang moral. Apa yang menjadi tlak ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan atau atau tingkahlaku? Setidak-tidaknya dapat disebut 3 macam tolak ukur: hati nurani, kaidah emas, penilaian masyarakat umum.

2.      APA ITU ETIKA BISNIS?
Kata “etika” dan “etis” tidak selalu dipakai dalam arti yang sama dank arena itu pula “etika bisnis” bisa berbeda artinya. Suatu uraian sistematis tentang etika bisnis sebaiknya dimulai dengan menyelidiki dan menjernikan cara kata seperti “etika” dan “etis” dipakai. Adanya beberapa kemungkinan yang tidak 100% sama (walau perbedaanya tida seberapa) untuk menjalankan penyelidikan ini. Cara yang dipilih untuk menganalisis arti-arti “etika” adalah membedakan antara “etika sebagai praksis” dan “etka sebagai refleksi”.
Etika sebagai praksis: nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan, dapat dikatakan juga, etika sebagai praksis adalah apa yang dilakukan  sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral.
Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berpikir tentang apa yang dilakuka dankhususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Etka ini berbicara tentang etika sebagi praksis atau mengambil praksis etis sebagai objeknya.
Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya perilaku manusia. Karena itu etika dalam arti ini sering disebut juga “filsafat praktis” cabang-cabang filsafat lain membicarakan masalah yang tampaknya lebih jauh dari kehidupan konkret, namun kenyataannya etika filosifispun tidak jarang dijalankan pada taraf sangat abstrak, tanpa hubungan langsung realitas sehari-hari.
Seperti etika terapan pada umumnya, etika bisnis pun dapat dijalankan pada 3 taraf berkaitan dengan 3 kemungkinan yang berbeda untuk menjalakan kegiatan ekonomi dan bisnis.
  •  Taraf makro etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi sebagai keseluruhan.jadi disini masalah-masalah etika disoroti pada skala besar. 
  •   Taraf meso (madya atau menengah) etika bisnis menyelidiki masalah-masalah etis dibidang organisasi. Organisasi terutama berarti perusahaan, tapi bisa juga serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi dan sebagainya. 
  • Taraf mikro yang difokuskan adalah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau bisnis. Disini dipelajari tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan,bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor.

3.      PERKEMBAGAN ETIKA BISNIS
Sepanjang sejarah, kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatikan etika untuk bisnis seumur dengan bisnis itu sendiri. Sejak manusia terjun dalam perniagaan, disadari juga bahwa kegiatan ini tidak terlepas dari masalah etis. Aktivitas perniagaan selalu berurusan dengan etika, artinya selalu harus memepertimbangkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Etika dalam bisnis memiliki riwayat yang sudah panjang sekali, sedangkan umur etika bisnis masih mudah sekali. Kita baru bisa berbicara tentang etika bisnis dalam arti spesifik setelah menjadi suatu bidang (field) tersendiri, maksudnya suatu bidang intelektual dan akademis dalam konteks pengaaran dan penelitian diperguruan tinggi. Etika bisnis dalam arti khusus ini untuk pertama kali timbul di Amerika Serikat dalam tahun 1970-an dan agak cepat meluas kekawasan dunia lainnya. Dengan memanfaatkan dan memperluas pemikiran De George ini kita dapat membedakan lima periode dalam perkembangan etika dalam bisnis menjadi etika bisnis ini:
·         Situasi dahulu
·         Masa peralihan: tahun 1960-an;
·         Etika bisnis lahir di Amerika Serikat: tahun 1970-an
·         Etika bisnis meluas ke Eropa: tahun 1980-an
·         Etika bisnis menjadi fenomena global: tahun 1990-an

4.      PROFIL ETIKA BISNIS DEWASA INI
Kini etika bisnis sudah mempunyai setatus ilmiah yang serius. Ia semaki diterima diantara ilmu-ilmu yang sudah mapan dan memiliki ciri-ciri yang biasanya menandai sebuah ilmu.
Disini kami berusaha menggambarkan beberapa pertanda yang menunujukan setatus itu dengan cukup menyakinkan, skaligus kami mencoba melukiskan profil ilmiah dari etika bisnis sebagaimana yang terlihat sekarang.
·         Praktis disegala kawasan dunia etika bisnis diberikan sebagai mata kuliah diperguruan tinggi.
·         Banyak publikasi diterbitkan tentang etika bisnis.
·         Sekurang-kurangnya sudah ada 3 seri buku tentang etika bisnis:
  •   The Ruffin Series in Business Ethics, New York, Oxford University Press, sejak 1989, editor: R. Edward Freeman 
  • Issues in Business Ethics, Dordrecht (Belanda), Kluwer Academic Publishers, sejak 1990, editor: Brian Harvey, Manchester Business School, U.K, Patrica Werhane, University of Virginia, USA 
  • Sage Series in Business Ethics, Thousand.Oaks, California, Sage Publications, sejak 1995, editor: Robert A.Giacalone, University of Richmond.
·         Sudah ada cukup banyak jurnal ilmiah khusus tentang etika bisnis.
·         Dalam bahasa Jerman sudah tersediah sebuah kamus tentang etika bisnis.
·         Sekarang dapat ditemukan juga cukup banyak institute penelitian yang secara khusus mendalami masalah etika bisnis.
·         Sudah didirikan beberapa asosiasi atau himpunan dengan tujuan khusus memajukan etika bisnis, terutama dengan mengumpulkan dosen-dosen etika bisnis dan peminat lain dala pertemuan berkala.
·         Di Amerika Serikat dan Eropa Barat disediakan beberapa program studi tingkat S-2 dan S-3, khusus di bidang etika bisnis.

5.      FAKTOR SEJARAH DAN BUDAYA DALAM ETIKA BISNIS
Orang yang terjun dalam kegiatan bisnis, menurut penilaian sekarang menyibukan diri dengan suatu pekeraan terhormat, apalgi jika ia berhasil menjadi pebisnis yang sukses.
Jika kita mempelajari sejarah, dan khususnya sejarah dunia Barat, sikap positif ini tidak selamanya menandai pandangan terhadap bisnis. Sebaliknya, berabad-abad lamanya terdapat tendensi cukup kuat yang memandang bisnis atau perdagangan sebagai kegiatan yang tidak pantas bagi manusia beradab. Pedagang tidak mempunyai nama baik dalam masyarakat Barat di masa lampau.
Tetapi kiranya hal itu sudah cukup untuk memperlihatkan bahwa pandangan etis tentang pedagang dan bisnis berkaitan erat dengan faktor sejarah dan budaya
  • Kebudayaan Yinani kuno 
  •  Agama Kristen 
  •   Agama Islam 
  •  Kebudayaan Jawa 
  • Sikap modern dewasa ini

6.      KRITIK ATAS ETIKA BISNIS
Etika bisnis sebagai usaha intelektual dan akademis yang baru pasti masih menderita banyak “penyakit anak”. Banyak hal yang perlu dikerjakan lagi dan banyak hal yang sudah dikerjakan perlu disempurnakan. Karena itu etika bisnis harus terbuka bagi kritik yang membangun, seperti halnya dengan setiap usaha intelektual yang serius. kadang kala terjadi juga etika bisnis menjadi bulan-bulanan dari kritik yang tidak tepat. Ada beberapa corak dan maksud etika bisnis sebagaimana dipahami sekarang:
·         Etika bisnis mendiskriminasi
·         Etika bisnis itu kontradiktif
·         Etika bisnis tidak praktis
·         Etikawan tidak bisa mengambil alih tanggung jawab



BAB II
SEKILAS TEORI ETIKA
Teori etika merupakan suatu tema yang tidak mudah dan tentu tidak mungkin menguraikan disini segala seluk-beluknya. Etika bisnis adalah penerapan prinsip-prinsip etika yang umum pada suatu wilayah prilaku manusia yang khusus, yaitu kegiatan ekonomi dan bisnis. Prinsip-prinsip etika tidak berdiri sendiri, tetapi tercantum dalam suatu kerangka pemikiran sistematis yang di sebut “teori”. Sambil melewati banyak detail, disini kami banyak berusaha menjelaskan initi pemikiran moral yang barangkali berguna bagi refleksi selanjutnya tentang aspek-aspek etis dari praktek bisnis.
Secara konkret teori etika ini sering terfokuskan pada perbuatan. Dalam novel-novel detektif sering dibicarakan tentang the perfect crime, kejahatan sempurna. Maksudnya tentu sempurna dalam arti teknis. Suatu perfect crime adalah kejahatan yang tidak pernah bisa terbongkar oleh detektif yang paling pintar dan jeli sekalipun. Dalam konteks ini tidak mungkin kita berbicara tentang perfect crime. Jika ditepatkan dalam perspektif etika, “kejahatan sempurna” merupakan kontradiksi yang luar biasa besar. Teori etika menyedikan kerangka yang memungkinkan kita memastikan benar tidaknya keputusan moral kita. Suatu teori etika membantu kita untuk mengambil keputusan moral yang tahan uji, jika ditanyakan tentanga dasarnya. Teori etika menyediakan justifikasi untuk keputusan kita.
Sepanjang sejarang telah dikembangkan berbagai teori yang berbeda juga. Hal itu tentu mengakibatkan banyak diskusi antara para teoretisi, biarpun dalam praktek sering kali perbedaannya diperkecil, karena teori-teori yang berbeda itu bisa menunjukan kea rah yang sama.
Beberapa teori dewasa ini paling penting dalam pemikiran moral, khususnya dalam etika bisnis.
·         Ultilitarisme
“Ultilitarisme” berasal dari kata latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi, ultilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Menurut suatu perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran ultilitarisme (ultilitarianism) kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah the greatest happiness of the greatest number, kebahagian terbesar dari jumlah orang terbesar.
·         Deontologi
Istilah “Deontologi” ini berasal dari kata Yunani “Deon” yang berarti kewajiban. Atas pertanyaan “mengapa perbuatan ini adalah baik dan perbuatan itu harus ditolak sebai buruk”, deontologi menjawab: karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dank arena perbuatan kedua dilarang”’. Yang menjadi dasar bagi baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.
·         Teori hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau prilaku. Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena hak berkaitan dengan kewajiban. Amalah bisa dikatakan, hak dan kewajiban bagaikan dari dua sisi dari uang logam yang sama.
Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu teori hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
·         Teori keutamaan
Kalau sesuai dengan norma, suatu perbuatan adalah baik; kalau tidak sesuai, perbuatan adalah buruk. Dalam konteks utilitarisme, suatu perbuatan adalah baik, jika membawa kesenangan sebesar-sebesarnya bagi jumlah orang terbanyak.



  
BAB III
EKONOMI DAN KEADILAN
Keadilan merupakan suatu topik penting dalam etika. Sulit sekali untuk dibayangkan orang atau instansi yang berlaku etis tetapi tidak memperaktekkan keadilan atau bersikap tak acuh terhadap ketidakadilan. Secara khusus keadilan itu penting dalam konteks ekonomi dan bisnis, karena tidak perna sebatas perasaan atau sikap batin saja tetapi menyangkut kepentingan atau barang yang dimiliki atau dituntut oleh berbagai pihak. Karena itu masalah keadilan pantas dibicarakan disisni dalam suatu bab tersendiri.
Antara ekonomi dan keadilan terjalin hubungan erat, karena keduanya berasal dari sumber yang sama. Sumber itu adalah masalah kelangkaan. Ekonomi timbul karena keterbatasan sumber daya. Barang tersedia selalu langka maka kita mencari cara untuk membagikan atau mendistribusikannya dengan baik. Kelangkaan adalah asal-usul dari ekonomi dalam dua arti itu. Tentang barang yang tersedia dalam keadaan melimpah ruah tidak mungkin muncul masalah ekonomi, karena barang itu tidak akan dijual belikan dan akibatnya tidak akan diberi harga.
Dalam sebuah buku pegangan yang banyak dipakai diseluruh dunia, ekonomi sebagai ilmu didefinisikan sebagai berikut: “Ekonomi adalah studi tentang cara bagaimana masyarakat menggunakan sumber daya yang langkah untuk memproduksikan komoditas-komoditas yang berharga dan mendistribusikannya di antara orang-orang yang berbeda”.
            Kemakmuran dan keadilan melengkapi satu sama lain dengan dan bersama-sama mensyaratkan masyarakat yang di atur dengan baik.
1.      Hakikat keadilan
Kalau untuk menjelaskan apa itu keadilan atau tidak adil, belum tentu kita segera bisa menjawab juga. Guna mencari titik tolak bagi refleksi kita tentang masalah keadilan, kita bisa mulai dengan mendengarkan suatu defenisi sederhana yang sudah diberikan dizaman kekaisaran Roma dan malah mempunyai akar-akar lebih tua lagi.
Penjelasan hukum Roma tentang keadilan itu bisa diterjemahkan juga sebagai: memberikan kepada setiap orang yang menjadi haknya. Sebagai terjemahan, kalimat terakhir ini sebenarnya terlalu bebas dan mengandung semacam anakronisme, karena “hak” merupakan suatu pengertian modern yang belum dikenal teks-teks kuno.
Ada 3 ciri khas yang selalu menandai keadilan: keadilan tertuju pada orang lain, keadilan harus ditegakkan, dan keadilan menuntut persamaan. Tiga unsur hakiki yang terkandung dalam pengertian keadilan ini perlu dijelaskan lebih lanjut.
Pertama, keadilan selalu tertuju pada orang lain atau keadilan selalu ditandai other-directedness (J.Finnis). mustahil saya berlaku adil atau tidak adil terhadap diri saya sendiri. Masalah keadilan atau ketidakadilan hanya bisa timbul dalam konteks antar-manusia. Maka itu diperlukan sekurang-kurangnya 2 orang manusia. Bila pada suatu saat hanya tinggal 1 manusia dibumi ini, masalah keadilan atau ketidakadilan sudah tidak berperan lagi.
Kedua, keadilan harus ditegakkan atau dilaksanakan. Jadi, keadilan tidak diharapkan saja atau dianjurkan saja. Keadilan mengikat kita, sehingga kita mempunyai kewajiban. Ciri ke2 ini disebabkan karena keadilan selalu berkaitan dengan hak yang harus dipenuhi.
Ketiga, keadilan menuntut persamaan (equality). Atas dasar keadilan, kita harus memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, tanpa kecuali.
2.      Pembagian keadilan
Keadilan bisa dibagi dengan berbagai cara. Kami tidak bermaksud memberikan uraian lengkap mengenai semua macam keadilan yang bisa dibedakan. Hanya diperkenalkan beberapa pembagian yang dianggap berguna.
·         Pembagian klasik
Pembagian ini disebut klasik karena mempunyai tradisi yang panjang. Cara membagi keadilan ini terutama ditemukan dalam kalangan thomisme, aliran filsafat yang mengikuti jejak filsuf dan teolog besar, Thomas Aquinas (1225-1274).
Tiga macam keadilan:
  1.    Keadilan umum (general justice): berdasarkan keadilan ini para anggota masyarakat diwajibkan untuk memberi kepada masyarakat (secara konkret berarti:negara) apa yang menjadi haknya. Keadilan umum ini menyajikan landasan untuk paham common good (kebaikan umum atau kebaikan bersama). 
  2.     Keadilan distribusi (distributive justice): berdasarkan keadilan ini Negara (secara konkret berarti: pemerintah) harus membagi segalanya dengan cara yang sama kepada para anggota masyarakat. Dalam bahasa Indonesia bisa dipakai nama “keadilan membagi”.
  3.      Keadilan komutatif (commutative justice): berdasarkan keadilan ini setiap orang harus memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya. Hal itu berlaku pada taraf individual maupun sosial.
·         Pembagian pengarang modern
Sebagai contoh kami mengajukan pembagian keadilan yang dikemukakan oleh beberapa pengarang modern tentang etika bisnis, khisisnya Jhon Boatright dan Manuel Velasuez. Merekapun melandaskan bahwa pembagian itu melanjutkan pemikiran Aristoteles. Dari situ sudah dapat diperkirakan betapa pentingnya peran Aristoteles dalam teori keadilan. Maka tidak mengherankan, bila pembagian kata ke2 ini bertumpang tindih dengan pembagian pertama.
a)      Keadilan distributive (distributive justice): dimengerti dengan cara yang sama seperti dalam pembagian klasik tadi. Benefis and burdens, hal-hal yang enak untuk didapat maupun hal-hal yang menuntut pengorbanan, harus dibagi dengan adil.
b)      Keadilan retributif (retributive justice): berkaitan dengan terjadinya kesalahan. Hukum atau denda yang diberikan kepada orang yang bersalah harus bersifat adil.
c)      Keadilan kompensatoris (compensatory justice) menyangkut juga kesalah yang dilakukan, tetapi menurut aspek yang lain. Berdasarkan keadilan ini orang mempunyai kewajiban moral untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada orang atau instansi yang dirugikan.
·         Keadilan individual dan keadilan sosial
Pembagian ketiga ini merupakan pembagian tersendiri yang tidak bertumpang tindih dengan pembagian-pembagian sebelumnya. Dalam rangka teori keadilan, pengertian “keadilan sosial” sering dipersoalkan dan diliputi ketidak jelasan cukup besar. Ada yang menganggap keadilan sosial sebagai nama lain untuk keadilan distributif. Ada pemikiran lain yang justru berpendapat bahwa keadilan sosial harus dibedakan dari keadilan distributif. Filsuf dan ekonomi Austria-Amerika, F.A. von Hayek, menjadi pemegang hadia Nobel Ekonomi 1974, malah menolak istilah “keadilan sosial” dengan cara sangat keras: “jika diskusi politik mau menjadi jujur, perlulah orang mengakui bahwa istilah ini secara intelektual tidak terhormat sama sekali, pertanda demagogi atau jurnalisme murahan, dan pemikir yang bertanggung jawab harus merasa malu untuk menggunakannya, karena sekali kehampaannya diketahui penggunaannya sudah tidak jujur lagi”. yang pasti aialah dibandingkan dengan jenis-jenis keadilan yang sudah disebut sebelumnya, paham “keadilan sosial” masih berumur mudah. Dapat dipastikan juga bahwa secara historis pengertian ini berkaitan erat dengan pemikiran sosialistis. 


BAB IV
PENUTUP
Etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis. Moralistas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilaukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang prilaku manusia yang penting.
Dalam buku ini dijelaskan bagaimana etika bisnis kini menjadi suatu bidang garapan intelektual dan akademis yang tidak kalah dengan bidang-bidang lain. Apakah perhatian baru ini merupakan suatu gejala mode saja, yang sesudah beberapa waktu akan lenyap dengan sendirinya,
Ada 3 tujuan yang ingin kita capai melalui studi ini:
1)      Menanamkan atau meningkatkan kesadaran akan adanya dimensi etis didalam bisnis
2)      Memperkenalkan argumentasi moral, khususnya dibidang ekonomi dan bisnis
3)      Membantu pebisnis atau calon pebisnis untuk menentukan sikap moral yang tepat di dalam profesinya.
Selain 3 tujuan pokok tersebut pantas ditambahkan lagi tujuan-tujuan yang selalu diharapkan dapat terwujud melaluistudi humaniora pada umumnya dan studi filsafat pada khususnya, antara lain menyediakan wawasan yang luas, melatih orang berfikir kritis dan bernuansa, menghindari pendekatan hitam putih, dan sebagainya.





  
Keunggulan
Keterkaitan antar bab sangat bagus karena setiap bab penjelasannya berurut secara tepat. Dan Bahasa yang digunakan penulis dalam menulis buku mudah di pahami dan setiap penjelasan sudah ditulis dengan jelas.
Kelemahan
Di dalam isi buku masih ada beberapa bahasa atau tulisan yang belum dapat saya mengerti.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tugas Peper Etika Bisnis

ETIKA BISNIS NAMA : JUMITA BR SINAMBELA ( 17030250 ) RUANG/SEMESTER : B/IV MATA KULIAH : ETIKA BISNIS NAMA DOSEN : HILMIATUS SA...