CRITIKAL
BOOK REPORT
DI
SUSUN OLEH:
NAMA:
JUMITA BR SINAMBELA
NPM:
17030250
RUANG: III B
PRODI:
MANAJEMEN
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
ASAHAN
COMENTAR
COVER BUKU
Menurut saya sampul buku sudah benar.
Karena isi dari buku
membahas tentang bisnis dan bisnis juga berhubungan dengan uang. Seperti yang
ada disampul menggambarkan mata uang.
KATA
PENGANTAR
Syalom……
Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa, atas kebaikan
dan berkat yang diberikan sehingga tugas Critical Book Report tentang Etika
Bisnis ini dapat terselesaikan.
Tugas ini telah saya susun dengan semaksimal mungkin.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat atau tata bahasa. Maka dari itu dengan ringan hati saya menerima segala saran dan kritik yangmembangun untuk
memperbaiki makalah ini.
Ahkir kata saya berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Terimakasih.
Identitas
buku
·
Judul buku : Pengantar Etika Bisnis
·
Penulis :
K.Bertens, Seri Filsafat Atmajaya:21
·
Penerbit : Kanisius (Anggota IKAPI)
·
Cetekan ke : 10 9 8 7
·
Tahun :
09 08 07 06
·
ISBN : 979-672-700-5
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini
dalam bentuk dan dengan cara apapun, temasuk fotocopy, tanpa izin tertulis
penerbit
RINGKASAN
ISI BUKU
BAB
1 PENDAHULUAN
BISNIS DAN ETIKA DALAM DUNIA MODERN
1. TIGA ASPEK POKOK DARI BISNIS
Bisnis
modern merupakan realitas yang amat kompleks. Banyak faktor yang mempengaruhi
dan menentukan kegiatan bisnis. Antara lain ada faktor organisatoris-manaerial,
ilmiah-teknologis, dan politik-sosial-kultural. Kompleksitas bisnis berkaitan
langsung dengan kompleksitas masyarakat modern sekarang. Sebagai kegiatan
social, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat
modern itu.
Buku ini ingin
menyoroti suatu aspek bisnis yang sampai sekarang arang disinggung dalam
uraian-uraian lain, tetapi semakin banyak diakui pentingnya, yaitu aspek etis
atau moralnya. Guna menjelaskan kekhususan aspek etis ini, dalam suatu
pendekatan pertama kita membandingkannya dulu dengan aspek-aspek lain,terutama
aspek ekonomi dalam hukum. Sebab, bisnis sebagai kegiatan social bisa disoroti
sekurang-kurangnya dari tiga sudut pandang yang berbeda tetapi tidak selalu
mungkin dipisahkan ini: sudut pandang ekonomi,hukum,dan etika. Ada baiknya
memulai mempelajari beberapa kasus atau situasi bisnis konkret, supaya disitu
bisa tampak tiga sudut pandang berbeda yang ingin kita fokuskan.
1:
Kasus Pemasok Komputer
PT W.V.K. merupakan
perusahaan besar yang ingin menganti system komputernya, karena membutuhkan
computer yang tipe canggih. Untuk itu mereka mengubungi PT C.T.A yang dapat
memasok computer yang dicari. Seluruh proses pengantian computer direncanakan
akan selesai dalam satu tahun. Faktor waktu itu bagi mereka penting. Kalau
proses penggantian lebi lama PT W.V.K akan mengalami kerugian yang cukup besar.
Kepala bagian penjualan dari PT C.T.A meragukan entah perusahaannya mampu
memenuhi permohonan ini tepat waktu, karena computer baru yang dicari itu
tergolong populer, sehingga produsen belum tentu dapat memenuhi permintaan pada
waktunya. Tahap pertama sesudah pemesanan(suda 3 bulan) pasti dapat.
Kasus
2: Perusahaan asbes
Perusahaan Amerika “Kansas Asbestos Company” bergerak
dibidak produk asbes. Ketika pada tahun 1970-an semakin banyak peraturan
mempersulit produksi dan mengakibatkan biaya produksi naik, direksi perusahaan
memutuskanuntuk memindahkan semua pabriknya kesuatu Negara Afrika Barat. Jika
dihirup dalam kuantitas cukup besar, serta asbes diketahui mengakibatkan
penyakit asbestosis (dalam jangka pendek) dan juga kanker paru (dalam jangka
panjang). DiAfrika tidak ada peaturan yang melindungi pekerja terhadap
occupational diseases ini. Tambah pula, disbanding dengan Amerika Serikat,
tenaga kerja di Afrika auh lebih murah.
Kasus
3: Mengincar pesangon
Ir.Abraham Maruli
Situmorang,39 tahun usiannya, sudah 12 tahun lamanya bekera sebagai kepala
bagian teknis disebuah pabrik sepatu Jawa Barat. Saudaranya merencanakan
membuka pabrik sejenis di Medan dan mengajak pak Abrham pindah kerja. Ia
ditawari menjadi derektur bagian teknis dipabrik baru itu. Pabrik akan
beroperasi sesudah satu setengah tahun lagi. Kalau sempat ia bisa ikut juga
dalam persiapan pabrik baru. Sesudah menerima tawaran ini, pak Abraham akan
sengaja mengurangi disiplin kerja sampai suatu tingkatan yang cukup
mengkhwatirkan pimpinannya. Ia sering datang terlambat dan pulang sebelum
waktunya. Kadang-kadang ia sama sekali tidak masuk kerja tanpa memritahu lebih
dahulu. Ia juga tidak menyelesaikan tugas-tugasnya pada saat yang diharapkan.
Dengan kelakuan indisipliner ini Ir.Abraham berharap akan dipecat, supaya ia
mendapat pesangon cukup besar. Kecuali keluarganya, tidak ada yang tahu tentang
rencananya untuk pindah kerja.
a) Sudut pandang ekonomis
Bisnis
adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi dalam kegiatan
tukar-menukar,jual-beli,memproduksi-memasarkan,bekerja-memperkerjakan, dan
interaksi manusiawi lainnya, dengan maksud memperoleh untung. Dalam bisnis
modern untung itu diekspresikan dalam bentuk uang,tetapi hal itu tidak hakiki
untuk bisnis. Yang penting itu adalah kegiatan antar-manusia ini bertujuan
mencari untung dan karena itu menjadi kegiatan konomis.
b) Sudut pandang moral
Dengan
tetap mengakui peranan sentral dari sudut pandang konomis dalam bisnis, perlu
segera ditambahkan adanya sudut pandang lain lagi yang tidak boleh diabaikan,
yaitu sudut pandang moral.
Dalam
kasus 1 (pemasok computer) kepala bagian penjualan tentu tergiur dengan orderan
yang sangat menguntungkan. Sampai ia membuat janji yang barangkali tidak dapat
dipenuhinya. Disini langsung muncul aspek etisnya:janji harus ditepati. Kalau
demi keuntungan yang besar kepala bagia penjual membuat janji yang mungkin
tidak bisa ditepati, ia menipu mitra bisnisnya. Lebih baik ia berterus terang
dalam menjelaskan kesulitan yang dihadapinya dalam memenuhi orderan besar itu.
Jika nanti ia tidak bisa memenuhi janjinya, ia merugikan sipemesan, karena PT
W.V.K akan mengalami kesulitan besar, bila pengantian computer tidak bisa
diselesaikan menurut jadwal waktu yang direncanakan. Membaca data-data kasus,
kita mendapat kesan bahwa tentang masalah ini tidak dibuat perjanjian resmi.
Ternyata janji kepala bagian penjualan hanya secara lisan. Dalam dunia bisnis
hal ini sering terjadi. Karena itu kepercayaan suatu nilai sangat hakiki dalam
kalangan bisnis. Kita bisa mengatur suatu transaksi dalam kontrak resmi sampai
dengan detail-detail terkecil sekalipun, namun yang terpenting ialah kita
selalu bersedia memenuhi keinginan dan maksud mitra yang sudah kita ketahui.
c) Sudut pandang hukum
Bisnis
juga terkait dengan hukum. “hukum dagang” atau “hukum bisnis” merupakan cabang
penting dari hukum modern. Dala praktek hukum banyak masalah timbul dalam
hubungan bisnis pada taraf nasional maupun internasional. Hukum merupakan sudut
pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan. Dari segi norma, hukum bahkan lebih jelas dan pasti dari pada etika,
karena peraturan hukum di tuliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu,
bila terjadi pelanggaran. Terdapat kaitan erat hukum dan etika.
d) Tolak ukur untuk 3 sudut pandang
ini
Bagaimana
kita tahu bahwa bisnis itu baik menurut tiga sudut pandang tersebut? Apa yang
menjadi tolak ukurnya?.
Secara
ekonomis, bisnis adalah baik, jika menghasilkan laba. Hal itu akan tampak dlam
laporan ahir tahun, yang harus disusun dalam metode control finansial dan
akuntansi yang sudah baku.
Secara
sudut pandang hukum tolak ukurnya cukup jelas. Bisnis adalah baik, jika
diperolehkan oleh sisitem hukum. penyelundupan Misalnya: cara berdagang yang
tidak baik, karena dilarang oleh hukum.
Lebih
suli menentukan baik atau tidak baiknya bisnis dari sudut pandang moral. Apa
yang menjadi tlak ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan atau atau
tingkahlaku? Setidak-tidaknya dapat disebut 3 macam tolak ukur: hati nurani,
kaidah emas, penilaian masyarakat umum.
2. APA ITU ETIKA BISNIS?
Kata
“etika” dan “etis” tidak selalu dipakai dalam arti yang sama dank arena itu
pula “etika bisnis” bisa berbeda artinya. Suatu uraian sistematis tentang etika
bisnis sebaiknya dimulai dengan menyelidiki dan menjernikan cara kata seperti
“etika” dan “etis” dipakai. Adanya beberapa kemungkinan yang tidak 100% sama
(walau perbedaanya tida seberapa) untuk menjalankan penyelidikan ini. Cara yang
dipilih untuk menganalisis arti-arti “etika” adalah membedakan antara “etika
sebagai praksis” dan “etka sebagai refleksi”.
Etika
sebagai praksis: nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau
justru tidak dipraktekkan, dapat dikatakan juga, etika sebagai praksis adalah
apa yang dilakukan sejauh sesuai atau
tidak sesuai dengan nilai dan norma moral.
Etika
sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita
berpikir tentang apa yang dilakuka dankhususnya tentang apa yang harus dilakukan
atau tidak boleh dilakukan. Etka ini berbicara tentang etika sebagi praksis
atau mengambil praksis etis sebagai objeknya.
Etika
adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya perilaku manusia. Karena
itu etika dalam arti ini sering disebut juga “filsafat praktis” cabang-cabang
filsafat lain membicarakan masalah yang tampaknya lebih jauh dari kehidupan
konkret, namun kenyataannya etika filosifispun tidak jarang dijalankan pada
taraf sangat abstrak, tanpa hubungan langsung realitas sehari-hari.
Seperti
etika terapan pada umumnya, etika bisnis pun dapat dijalankan pada 3 taraf
berkaitan dengan 3 kemungkinan yang berbeda untuk menjalakan kegiatan ekonomi
dan bisnis.
- Taraf makro etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi sebagai keseluruhan.jadi disini masalah-masalah etika disoroti pada skala besar.
- Taraf meso (madya atau menengah) etika bisnis menyelidiki masalah-masalah etis dibidang organisasi. Organisasi terutama berarti perusahaan, tapi bisa juga serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi dan sebagainya.
- Taraf mikro yang difokuskan adalah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau bisnis. Disini dipelajari tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan,bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor.
3. PERKEMBAGAN ETIKA BISNIS
Sepanjang
sejarah, kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan
etika. Perhatikan etika untuk bisnis seumur dengan bisnis itu sendiri. Sejak
manusia terjun dalam perniagaan, disadari juga bahwa kegiatan ini tidak
terlepas dari masalah etis. Aktivitas perniagaan selalu berurusan dengan etika,
artinya selalu harus memepertimbangkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukan.
Etika
dalam bisnis memiliki riwayat yang sudah panjang sekali, sedangkan umur etika
bisnis masih mudah sekali. Kita baru bisa berbicara tentang etika bisnis dalam
arti spesifik setelah menjadi suatu bidang (field) tersendiri, maksudnya suatu
bidang intelektual dan akademis dalam konteks pengaaran dan penelitian
diperguruan tinggi. Etika bisnis dalam arti khusus ini untuk pertama kali
timbul di Amerika Serikat dalam tahun 1970-an dan agak cepat meluas kekawasan
dunia lainnya. Dengan memanfaatkan dan memperluas pemikiran De George ini kita
dapat membedakan lima periode dalam perkembangan etika dalam bisnis menjadi
etika bisnis ini:
·
Situasi dahulu
·
Masa peralihan: tahun 1960-an;
·
Etika bisnis lahir di Amerika Serikat:
tahun 1970-an
·
Etika bisnis meluas ke Eropa: tahun
1980-an
·
Etika bisnis menjadi fenomena global:
tahun 1990-an
4. PROFIL ETIKA BISNIS DEWASA INI
Kini
etika bisnis sudah mempunyai setatus ilmiah yang serius. Ia semaki diterima
diantara ilmu-ilmu yang sudah mapan dan memiliki ciri-ciri yang biasanya menandai
sebuah ilmu.
Disini
kami berusaha menggambarkan beberapa pertanda yang menunujukan setatus itu
dengan cukup menyakinkan, skaligus kami mencoba melukiskan profil ilmiah dari
etika bisnis sebagaimana yang terlihat sekarang.
·
Praktis disegala kawasan dunia etika
bisnis diberikan sebagai mata kuliah diperguruan tinggi.
·
Banyak publikasi diterbitkan tentang
etika bisnis.
·
Sekurang-kurangnya sudah ada 3 seri buku
tentang etika bisnis:
- The Ruffin Series in Business Ethics, New York, Oxford University Press, sejak 1989, editor: R. Edward Freeman
- Issues in Business Ethics, Dordrecht (Belanda), Kluwer Academic Publishers, sejak 1990, editor: Brian Harvey, Manchester Business School, U.K, Patrica Werhane, University of Virginia, USA
- Sage Series in Business Ethics, Thousand.Oaks, California, Sage Publications, sejak 1995, editor: Robert A.Giacalone, University of Richmond.
·
Sudah ada cukup banyak jurnal ilmiah
khusus tentang etika bisnis.
·
Dalam bahasa Jerman sudah tersediah
sebuah kamus tentang etika bisnis.
·
Sekarang dapat ditemukan juga cukup
banyak institute penelitian yang secara khusus mendalami masalah etika bisnis.
·
Sudah didirikan beberapa asosiasi atau
himpunan dengan tujuan khusus memajukan etika bisnis, terutama dengan
mengumpulkan dosen-dosen etika bisnis dan peminat lain dala pertemuan berkala.
·
Di Amerika Serikat dan Eropa Barat
disediakan beberapa program studi tingkat S-2 dan S-3, khusus di bidang etika
bisnis.
5. FAKTOR SEJARAH DAN BUDAYA DALAM
ETIKA BISNIS
Orang
yang terjun dalam kegiatan bisnis, menurut penilaian sekarang menyibukan diri
dengan suatu pekeraan terhormat, apalgi jika ia berhasil menjadi pebisnis yang
sukses.
Jika
kita mempelajari sejarah, dan khususnya sejarah dunia Barat, sikap positif ini
tidak selamanya menandai pandangan terhadap bisnis. Sebaliknya, berabad-abad
lamanya terdapat tendensi cukup kuat yang memandang bisnis atau perdagangan
sebagai kegiatan yang tidak pantas bagi manusia beradab. Pedagang tidak
mempunyai nama baik dalam masyarakat Barat di masa lampau.
Tetapi
kiranya hal itu sudah cukup untuk memperlihatkan bahwa pandangan etis tentang
pedagang dan bisnis berkaitan erat dengan faktor sejarah dan budaya
- Kebudayaan Yinani kuno
- Agama Kristen
- Agama Islam
- Kebudayaan Jawa
- Sikap modern dewasa ini
6. KRITIK ATAS ETIKA BISNIS
Etika
bisnis sebagai usaha intelektual dan akademis yang baru pasti masih menderita
banyak “penyakit anak”. Banyak hal yang perlu dikerjakan lagi dan banyak hal
yang sudah dikerjakan perlu disempurnakan. Karena itu etika bisnis harus
terbuka bagi kritik yang membangun, seperti halnya dengan setiap usaha
intelektual yang serius. kadang kala terjadi juga etika bisnis menjadi
bulan-bulanan dari kritik yang tidak tepat. Ada beberapa corak dan maksud etika
bisnis sebagaimana dipahami sekarang:
·
Etika bisnis mendiskriminasi
·
Etika bisnis itu kontradiktif
·
Etika bisnis tidak praktis
·
Etikawan tidak bisa mengambil alih
tanggung jawab
BAB II
SEKILAS TEORI ETIKA
Teori
etika merupakan suatu tema yang tidak mudah dan tentu tidak mungkin menguraikan
disini segala seluk-beluknya. Etika bisnis adalah penerapan prinsip-prinsip
etika yang umum pada suatu wilayah prilaku manusia yang khusus, yaitu kegiatan
ekonomi dan bisnis. Prinsip-prinsip etika tidak berdiri sendiri, tetapi
tercantum dalam suatu kerangka pemikiran sistematis yang di sebut “teori”.
Sambil melewati banyak detail, disini kami banyak berusaha menjelaskan initi
pemikiran moral yang barangkali berguna bagi refleksi selanjutnya tentang
aspek-aspek etis dari praktek bisnis.
Secara
konkret teori etika ini sering terfokuskan pada perbuatan. Dalam novel-novel
detektif sering dibicarakan tentang the perfect crime, kejahatan sempurna.
Maksudnya tentu sempurna dalam arti teknis. Suatu perfect crime adalah
kejahatan yang tidak pernah bisa terbongkar oleh detektif yang paling pintar
dan jeli sekalipun. Dalam konteks ini tidak mungkin kita berbicara tentang
perfect crime. Jika ditepatkan dalam perspektif etika, “kejahatan sempurna”
merupakan kontradiksi yang luar biasa besar. Teori etika menyedikan kerangka
yang memungkinkan kita memastikan benar tidaknya keputusan moral kita. Suatu
teori etika membantu kita untuk mengambil keputusan moral yang tahan uji, jika
ditanyakan tentanga dasarnya. Teori etika menyediakan justifikasi untuk
keputusan kita.
Sepanjang
sejarang telah dikembangkan berbagai teori yang berbeda juga. Hal itu tentu
mengakibatkan banyak diskusi antara para teoretisi, biarpun dalam praktek
sering kali perbedaannya diperkecil, karena teori-teori yang berbeda itu bisa
menunjukan kea rah yang sama.
Beberapa
teori dewasa ini paling penting dalam pemikiran moral, khususnya dalam etika
bisnis.
·
Ultilitarisme
“Ultilitarisme”
berasal dari kata latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini
suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu harus
menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Jadi, ultilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Menurut
suatu perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran ultilitarisme
(ultilitarianism) kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah
the greatest happiness of the greatest number, kebahagian terbesar dari jumlah
orang terbesar.
·
Deontologi
Istilah
“Deontologi” ini berasal dari kata Yunani “Deon” yang berarti kewajiban. Atas
pertanyaan “mengapa perbuatan ini adalah baik dan perbuatan itu harus ditolak
sebai buruk”, deontologi menjawab: karena perbuatan pertama menjadi kewajiban
kita dank arena perbuatan kedua dilarang”’. Yang menjadi dasar bagi baik
buruknya perbuatan adalah kewajiban.
·
Teori hak
Dalam
pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang
paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau
prilaku. Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi,
karena hak berkaitan dengan kewajiban. Amalah bisa dikatakan, hak dan kewajiban
bagaikan dari dua sisi dari uang logam yang sama.
Hak
didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena
itu teori hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
·
Teori keutamaan
Kalau
sesuai dengan norma, suatu perbuatan adalah baik; kalau tidak sesuai, perbuatan
adalah buruk. Dalam konteks utilitarisme, suatu perbuatan adalah baik, jika
membawa kesenangan sebesar-sebesarnya bagi jumlah orang terbanyak.
BAB III
EKONOMI DAN KEADILAN
Keadilan
merupakan suatu topik penting dalam etika. Sulit sekali untuk dibayangkan orang
atau instansi yang berlaku etis tetapi tidak memperaktekkan keadilan atau
bersikap tak acuh terhadap ketidakadilan. Secara khusus keadilan itu penting
dalam konteks ekonomi dan bisnis, karena tidak perna sebatas perasaan atau
sikap batin saja tetapi menyangkut kepentingan atau barang yang dimiliki atau
dituntut oleh berbagai pihak. Karena itu masalah keadilan pantas dibicarakan
disisni dalam suatu bab tersendiri.
Antara
ekonomi dan keadilan terjalin hubungan erat, karena keduanya berasal dari
sumber yang sama. Sumber itu adalah masalah kelangkaan. Ekonomi timbul karena
keterbatasan sumber daya. Barang tersedia selalu langka maka kita mencari cara
untuk membagikan atau mendistribusikannya dengan baik. Kelangkaan adalah
asal-usul dari ekonomi dalam dua arti itu. Tentang barang yang tersedia dalam
keadaan melimpah ruah tidak mungkin muncul masalah ekonomi, karena barang itu
tidak akan dijual belikan dan akibatnya tidak akan diberi harga.
Dalam
sebuah buku pegangan yang banyak dipakai diseluruh dunia, ekonomi sebagai ilmu
didefinisikan sebagai berikut: “Ekonomi adalah studi tentang cara bagaimana
masyarakat menggunakan sumber daya yang langkah untuk memproduksikan
komoditas-komoditas yang berharga dan mendistribusikannya di antara orang-orang
yang berbeda”.
Kemakmuran dan keadilan melengkapi satu sama lain dengan dan
bersama-sama mensyaratkan masyarakat yang di atur dengan baik.
1.
Hakikat keadilan
Kalau
untuk menjelaskan apa itu keadilan atau tidak adil, belum tentu kita segera
bisa menjawab juga. Guna mencari titik tolak bagi refleksi kita tentang masalah
keadilan, kita bisa mulai dengan mendengarkan suatu defenisi sederhana yang
sudah diberikan dizaman kekaisaran Roma dan malah mempunyai akar-akar lebih tua
lagi.
Penjelasan
hukum Roma tentang keadilan itu bisa diterjemahkan juga sebagai: memberikan
kepada setiap orang yang menjadi haknya. Sebagai terjemahan, kalimat terakhir
ini sebenarnya terlalu bebas dan mengandung semacam anakronisme, karena “hak”
merupakan suatu pengertian modern yang belum dikenal teks-teks kuno.
Ada
3 ciri khas yang selalu menandai keadilan: keadilan tertuju pada orang lain,
keadilan harus ditegakkan, dan keadilan menuntut persamaan. Tiga unsur hakiki
yang terkandung dalam pengertian keadilan ini perlu dijelaskan lebih lanjut.
Pertama,
keadilan selalu tertuju pada orang lain atau keadilan selalu ditandai
other-directedness (J.Finnis). mustahil saya berlaku adil atau tidak adil
terhadap diri saya sendiri. Masalah keadilan atau ketidakadilan hanya bisa
timbul dalam konteks antar-manusia. Maka itu diperlukan sekurang-kurangnya 2
orang manusia. Bila pada suatu saat hanya tinggal 1 manusia dibumi ini, masalah
keadilan atau ketidakadilan sudah tidak berperan lagi.
Kedua,
keadilan harus ditegakkan atau dilaksanakan. Jadi, keadilan tidak diharapkan
saja atau dianjurkan saja. Keadilan mengikat kita, sehingga kita mempunyai
kewajiban. Ciri ke2 ini disebabkan karena keadilan selalu berkaitan dengan hak
yang harus dipenuhi.
Ketiga,
keadilan menuntut persamaan (equality). Atas dasar keadilan, kita harus
memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, tanpa kecuali.
2.
Pembagian keadilan
Keadilan
bisa dibagi dengan berbagai cara. Kami tidak bermaksud memberikan uraian
lengkap mengenai semua macam keadilan yang bisa dibedakan. Hanya diperkenalkan
beberapa pembagian yang dianggap berguna.
·
Pembagian klasik
Pembagian
ini disebut klasik karena mempunyai tradisi yang panjang. Cara membagi keadilan
ini terutama ditemukan dalam kalangan thomisme, aliran filsafat yang mengikuti
jejak filsuf dan teolog besar, Thomas Aquinas (1225-1274).
Tiga macam keadilan:
- Keadilan umum (general justice): berdasarkan keadilan ini para anggota masyarakat diwajibkan untuk memberi kepada masyarakat (secara konkret berarti:negara) apa yang menjadi haknya. Keadilan umum ini menyajikan landasan untuk paham common good (kebaikan umum atau kebaikan bersama).
- Keadilan distribusi (distributive justice): berdasarkan keadilan ini Negara (secara konkret berarti: pemerintah) harus membagi segalanya dengan cara yang sama kepada para anggota masyarakat. Dalam bahasa Indonesia bisa dipakai nama “keadilan membagi”.
- Keadilan komutatif (commutative justice): berdasarkan keadilan ini setiap orang harus memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya. Hal itu berlaku pada taraf individual maupun sosial.
·
Pembagian pengarang modern
Sebagai
contoh kami mengajukan pembagian keadilan yang dikemukakan oleh beberapa
pengarang modern tentang etika bisnis, khisisnya Jhon Boatright dan Manuel
Velasuez. Merekapun melandaskan bahwa pembagian itu melanjutkan pemikiran
Aristoteles. Dari situ sudah dapat diperkirakan betapa pentingnya peran
Aristoteles dalam teori keadilan. Maka tidak mengherankan, bila pembagian kata
ke2 ini bertumpang tindih dengan pembagian pertama.
a) Keadilan
distributive (distributive justice): dimengerti dengan cara yang sama seperti
dalam pembagian klasik tadi. Benefis and burdens, hal-hal yang enak untuk
didapat maupun hal-hal yang menuntut pengorbanan, harus dibagi dengan adil.
b) Keadilan
retributif (retributive justice): berkaitan dengan terjadinya kesalahan. Hukum
atau denda yang diberikan kepada orang yang bersalah harus bersifat adil.
c) Keadilan
kompensatoris (compensatory justice) menyangkut juga kesalah yang dilakukan,
tetapi menurut aspek yang lain. Berdasarkan keadilan ini orang mempunyai
kewajiban moral untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada orang atau
instansi yang dirugikan.
·
Keadilan individual dan keadilan sosial
Pembagian ketiga ini
merupakan pembagian tersendiri yang tidak bertumpang tindih dengan
pembagian-pembagian sebelumnya. Dalam rangka teori keadilan, pengertian
“keadilan sosial” sering dipersoalkan dan diliputi ketidak jelasan cukup besar.
Ada yang menganggap keadilan sosial sebagai nama lain untuk keadilan distributif.
Ada pemikiran lain yang justru berpendapat bahwa keadilan sosial harus
dibedakan dari keadilan distributif. Filsuf dan ekonomi Austria-Amerika, F.A.
von Hayek, menjadi pemegang hadia Nobel Ekonomi 1974, malah menolak istilah
“keadilan sosial” dengan cara sangat keras: “jika diskusi politik mau menjadi
jujur, perlulah orang mengakui bahwa istilah ini secara intelektual tidak
terhormat sama sekali, pertanda demagogi atau jurnalisme murahan, dan pemikir
yang bertanggung jawab harus merasa malu untuk menggunakannya, karena sekali
kehampaannya diketahui penggunaannya sudah tidak jujur lagi”. yang pasti aialah
dibandingkan dengan jenis-jenis keadilan yang sudah disebut sebelumnya, paham
“keadilan sosial” masih berumur mudah. Dapat dipastikan juga bahwa secara
historis pengertian ini berkaitan erat dengan pemikiran sosialistis.
BAB IV
PENUTUP
Etika
bisnis adalah pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan
bisnis. Moralistas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan
karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu
berkaitan dengan apa yang dilaukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan
suatu bidang prilaku manusia yang penting.
Dalam
buku ini dijelaskan bagaimana etika bisnis kini menjadi suatu bidang garapan
intelektual dan akademis yang tidak kalah dengan bidang-bidang lain. Apakah perhatian baru ini merupakan
suatu gejala mode saja, yang sesudah beberapa waktu akan lenyap dengan
sendirinya,
Ada
3 tujuan yang ingin kita capai melalui studi ini:
1) Menanamkan
atau meningkatkan kesadaran akan adanya dimensi etis didalam bisnis
2) Memperkenalkan
argumentasi moral, khususnya dibidang ekonomi dan bisnis
3) Membantu
pebisnis atau calon pebisnis untuk menentukan sikap moral yang tepat di dalam
profesinya.
Selain 3 tujuan pokok
tersebut pantas ditambahkan lagi tujuan-tujuan yang selalu diharapkan dapat terwujud
melaluistudi humaniora pada umumnya dan studi filsafat pada khususnya, antara
lain menyediakan wawasan yang luas, melatih orang berfikir kritis dan
bernuansa, menghindari pendekatan hitam putih, dan sebagainya.
Keunggulan
Keterkaitan antar bab sangat bagus karena setiap bab
penjelasannya berurut secara tepat. Dan Bahasa yang digunakan penulis dalam
menulis buku mudah di pahami dan setiap penjelasan sudah ditulis dengan jelas.
Kelemahan
Di dalam isi buku masih ada beberapa bahasa atau
tulisan yang belum dapat saya mengerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar